Senin, 31 Oktober 2011

Kasus WC

WC atau Water Closet adalah nama populer bagi tempat kita biasanya berak. Nama atau istilah tersebut asing tentunya. Asing namun telah akrab di telinga karena kita menganggap lebih enak didengar dibandingkan dengan kakus atau jamban.

Sama halnya dengan istilah asing lain seperti AC atau Air Conditioner. Menggeser istilah Indonesia yang telah ada. Sejenak lewatkan dulu kisah klasik mengenai membabibutanya kita terhadap bahasa asing, khususnya bahasa Inggris. Kali ini kita akan sedikit mengorek-ngorek WC dan C lainnya.

Selama ini huruf C biasa kita lafalkan sebagai /se/. Pelafalan atau pengucapan huruf C sebagai /se/ umumnya terjadi saat disandingkan dengan huruf lain atau dalam singkatan, cotohnya WC, AC, dan kampus DCC.

Hal ini jelas keliru karena huruf C dalam abjad Indonesia haruslah dibaca /ce/. Ketidakkonsistenan dalam melafalkan C juga kita temukan pada istilah lain seperti nama penyakit TBC, Vitamin C, atau merek dagang ABC , yang terkadang diucapkan /ce/ dan kadang /se/.

Dalam pandangan saya pelafalan huruf C yang tidak konsisten dan menyimpang bisa jadi disebabkan karena huruf tersebut dapat dikatakan ’baru’ dalam abjad Indonesia setelah penyederhanaan ejaan. Sama halnya dengan J, U, dan Y. Pada prinsipnya huruf-huruf tesebut memang ada namun dengan bentuk yang berbeda. Huruf C awalnya masih terintegrasi dengan huruf lain dengan tujuan membentuk bunyi serapan, yakni CH yang kini telah diubah menjadi KH. Contohnya dahulu ditulis ’chusus’ maka kini mengikuti perubahan ejaan ditulis ’khusus’.

Konsep huruf C sebelum tahun 70-an masih dimuat oleh gabungan huruf TJ. T dan J merupakan huruf yang memuat bunyi tersendiri namun digunakan sebagai bunyi C: /ce/ bila digabungkan. Jika kita menulis ’cinta’ maka pada masa sebelum tahun 70-an tulisannya adalah ’tjinta’.

Begitu pula J,U,dan Y, masih dalam bentuk berbeda yaitu DJ, OE, dan J. Nama orang-orang yang mungkin lahir di era ejaan lama seperti Jusuf Kalla (baca: Yusuf kalla), Djadjat Sudradjat (Jajat Sudrajat), dan Sudjarwo (Sujarwo) adalah contoh nyata bentuk huruf yang telah berubah tersebut.

Selain karena sejarah huruf C yang panjang tersebut, saya menduga menyimpangnya pelafalan C karena pengaruh bahasa Inggris. Mengingat kita begitu membabibuta menggunakannya. Pelafalan huruf dalam bahasa Inggris sangat tidak konsisten. Coba lihat kata city (kota) dan cut (potong). Huruf C pada dua kata itu dilafalkan dengan bunyi yang berbeda. C pada kata city berbunyi /s/ dan pada cut berbunyi /k/. Begitulah pelafalan huruf dalam bahasa Inggris. Tidak konsisten.


Pengucapan huruf dalam bahasa Indonesia tentu berbeda dengan bahasa Inggris. Huruf dalam abjad Indonesia sangat teguh memuat satu konsep bunyi saja—kecuali huruf E. Jadi keliru jika C dilafalkan /se/. C adalah /ce/. Keteguhan dan kebenaran pelafalan C akan kita temukan pada nama stasiun televisi RCTI dan SCTV.

WC dan AC sebetulnya lebih tepat dibaca sebagai /dabelyusi/ dan /eisi/, karena keduanya istilah Inggris. Saya yakin sebagian besar kita fasih berbahasa Inggris, tetapi saya ragu kita sanggup melafalkan WC dan AC dalam bahasa Inggris. Jadi, lebih enak jika kita lafalkan saja dengan bahasa Indonesia. WC: /wece/, AC: /ace/. Atau jika tidak, kita pakai saja istilah pribumi: kakus. Bagaimana?